Air merupakan salah satu
kebutuhan vital bagi setiap orang. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak
dapat berlangsung dengan cara yang dapat menjamin kesehatan tubuh dan
kelangsungan hidup. Dengan demikian menyediakan air yang menjadi faktor penentu
kesehatan dan kesejahteraan manusia merupakan pekerjaan mulia yang mendukung
kelangsungan hidup umat manusia.1 Namun, air yang layak untuk diminum adalah
air yang memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat diminum secara langsung atau
air harus dimasak terlebih dahulu agar dapat diminum. Kemampuan perusahaan air
minum menyediakan air yang siap minum menjadi faktor penentu upaya meningkatkan
produksi dan mengembangkan jaringan distribusi. Kondisi yang ideal bagi
kesehatan dan kesejahteraan umat manusia tersebut ternyata masih jauh dari
harapan kita semua.2 Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap air minum
terutama di perkotaan mendorong tumbuhnya Industri Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK) dan usaha depot Air Minum (DAM) isi ulang yang siap melayani masyarakat.
Depot Air Minum menawarkan alternatif memperoleh air minum dengan harga yang
relatif murah. Sebagai sesuatu yang baru banyak aspek yang harus dikaji dan
dipantau, terutama yang berkaitan dengan kualitas air. Bersamaan dengan perkembangan
teknologi pengolahan air, sejak sekitar tahun 1997. Pada tahun 2005 Depot Air
Minum (DAM) berkembang sangat pesat dari 400 unit menjadi ± 6000 unit DAM.
Usaha tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia, bahkan menjangkau daerah
terpencil khususnya di wilayah padat penduduk yang sulit memperoleh air
bersih.3 Potensi berbagai wilayah di Indonesia untuk mengembangkan upaya DAM
bervariasi meliputi wilayah: Jawa Timur (35%), Jawa Barat (27%), DKI Jakarta
(13%), Jawa Tengah (9%), Sumatera (5%), Bali dan NTB (5%), Kalimantan (3%),
lain-lain termasuk Papua (3%). Data tersebut di atas memperlihatkan bahwa
perkembangan DAM sangat pesat, lebih dari 100% setiap tahun.4 Pemerintah
Republik Indonesia telah menetapkan syarat-syarat kualitas air minum dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 907/ MENKES/SK/VII/2002.
Persyaratan kualitas air minum yang dimaksud meliputi persyaratan fisik,
kimiawi, bakteriologis dan radioaktif. Persyaratan fisik meliputi parameter
warna, suhu, kekeruhan, rasa dan bau. Persyaratan kimia meliputi parameter
bahan kimia organik, anorganik, pestisida, disinfektan dan hasil sampingannya.
Sedangkan persyaratan bakteriologis meliputi Escherichia coli (E.coli) atau
bakteri tinja dan total bakteri Coliform. Penetapan E.coli sebagai indikator
definitif pencemaran tinja karena hampir semua saluran pencernakan makhluk
hidup atau hewan berdarah panas mengandung E.coli. KepMenkes telah menetapkan
bahwa yang dimaksud dengan air minum adalah air yang melalui proses pengolahan
atau tanpa proses yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas bakteriologis air pada depot
air minum isi ulang di Wilayah Kota Bogor. Metode Penelitian ini menggunakan
desain studi cross sectional guna mengetahui kualitas air minum isi ulang yang
dilakukan di Wilayah Kota Bogor, pada periode bulan Juni-Juli 2007. Standar
yang digunakan dalam penelitian ini adalah KepMenKes No.907/MENKES/ SK/VII/2002
tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum sebagai standard.
Populasi adalah semua depot air minum isi ulang yang telah terdaftar di wilayah
Kota Bogor. Sampel penelitian adalah total populasi dari semua sampel air minum
isi ulang yang terdaftar di wilayah kota Bogor sejumlah 27 sampel air. Sampel
air diambil dengan menggunakan botol yang sudah disterilisasi dengan penyinaran
ultraviolet selama 30 menit, kemudian botol tersebut digunakan sebagai alat
untuk pengambilan sampel. Pada waktu pengambilan sampel, dilakukan sterilisasi
terhadap tangan petugas dengan menggunakan alkohol 70%. Hal tersebut dilakukan
untuk menghindari kontaminasi dari luar. Cara pengambilan sampel air pada depot
air minum isi ulang yaitu air sampel diambil pada kran air yang telah siap
dimasukkan ke dalam galon konsumen dengan cara sterilisasi. Pemeriksaan sampel
dilakukan oleh petugas di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor dengan
menggunakan Metode MPN.
Skema Depot Air Minum Isi Ulang
Skema menunjukkan proses
pengolahan air pada depot air minum isi ulang, yang mencakup delapan langkah
yang dilakukan, meliputi; (1) Air baku yang digunakan adalah air yang diambil
dari sumber yang terjamin kualitasnya. (2) Air baku ditampung dalam bak atau
tanki penampungan air dan diendapkan. (3) Setelah air baku diendapkan, selanjutnya
air dilakukan pengolahan air. (4) Tabung filter yang pertama adalah menyaring
partikel-partikel yang kasar, dengan bahan dari pasir atau jenis lain yang
efektif dengan fungsi yang sama. Tabung filter selanjutnya merupakan karbon
filter berfungsi sebagai penyerap debu, rasa, warna sisa khlor dan bahan
organik. (5) Tabung Catridge filter adalah sebagai saringan halus berukuran
maksimal 10 (sepuluh) mikron, dengan maksud untuk memenuhi persyaratan air
minum. (6) Dilakukan desinfeksi/sterilisasi pada air yang telah diolah,
desinfeksi/sterilisasi yang digunakan dengan cara ultraviolet dengan panjang
gelombang 254 nm atau 2537°A dan dengan cara ozonisasi. (7) Setelah proses
desinfeksi/sterilisasi, dilakukan pembilasan wadah atau gallon dilakukan secara
higienis, agar tidak terjadi kontaminasi silang dengan lingkungan luar. (8)
Pengisian air pada wadah atau gallon konsumen secara higienis oleh operator
depot air minum isi ulang
Sumber Air Baku
Sumber air baku yang digunakan
yang paling banyak adalah Mata Air Pegunungan Salak (22 Depot, 81,5 %), dan
PDAM/Ledeng (5 Depot, 18,5%) pemilik. Tidak satupun depot tersebut menggunakan
air tanah sebagai sebagai sumber air baku.
Peralatan Depot Air Minum Isi Ulang
Jumlah tabung filter yang dipakai pada alat penyaring
di 27 Depot Air Minum Isi Ulang meliputi jumlah tabung 3 (14 depot , 51,9%),
jumlah tabung 4 (depot (22,2%) , jumlah tabung 2 (4 depot , 14,8%) dan jumlah
tabung 1 depot (3,7%), jumlah tabung 1 ( 1 depot, 3,7%) jumlah tabung 5 dan 10
masing-masing 1 depot (3,7%). (Lihat Tabel 2) Jenis bahan tabung filter yang
digunakan meliputi bahan stainless steel (17 depot, 63,0%), bahan PVC (7 depot
,25,9%), bahan lain yaitu Alumunium (3 depot, 11,1%).
Frekuensi pergantian Catridge
filter meliputi setiap bulan bulan sekali (19 depot, 70,4%) dua kali setiap
bulan (7 depot , 25,9%) dan 4 kali setiap bulan (1 depot, 3,7%).
Sistem desinfeksi/sterilisasi
yang digunakan pada Air Isi Ulang, yang paling banyak adalah dengan sistem
desinfeksi/sterilisasi ozonisasi dan ultraviolet (UV) (15 depot, 55,6%),
desinfeksi/sterilisasi ultraviolet (UV 11 depot, 40,7%) , dan dengan sistem
desinfeksi/sterilisasi lainnya yaitu Reverse Osmosis (RO) (1 depot, 3,76%).
Kualitas Bakteriologis
Berdasarkan Tabel 6, Hasil Pemeriksaan
Coliform Total di 27 Depot Air Minum Isi Ulang yaitu 25 depot (92,6%) yang
memenuhi syarat kesehatan dan 2 depot (7,4%) yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dengan jumlah bakteri 7 MPN/100 ml dan hasil pemeriksaan Escherichia
coli di 27 Depot Air Minum Isi Ulang yaitu 26 depot (96,3%) yang memenuhi
syarat kesehatan dan 1 depot (3,7%) yang tidak memenuhi syarat kesehatan dengan
jumlah bakteri 3 MPN/100ml.
Pembahasan
Dalam menganalisis kualitas air
minum di depot air minum isi ulang perlu dilakukan pemeriksaan secara
bakteriologis yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 907/MENKES/SK/ VII/2002 sebagai standar untuk mengetahui kualitas air minum
isi ulang yang memenuhi syarat kesehatan. Pada dasarnya sumber air baku yang
digunakan untuk penyediaan air seperti: air hujan, air permukaan (air danau,
air sungai dan air waduk), air tanah dan mata air. Sumber air baku yang
digunakan di sebagian besar depot air minum berasal dari mata air pegunungan,
yaitu Gunung Salak sebanyak 22 depot (81,5%). Kualitas mata air yang digunakan
sebagai air baku air minum isi ulang dikarenakan masih lebih baik dari kualitas
sumber air baku lainnya, hal ini disebabkan belum adanya zat-zat pencemar yang
dapat mengkontaminasi mata air. Akan tetapi masih ada beberapa depot air minum
yang menggunakan PDAM yaitu 5 depot (18,5%) sebagai sumber air baku air minum
isi ulang, walaupun demikian bukan berarti kualitas air PDAM tidak baik,
sebelum didistribusikan ke masyarakat, PDAM telah melakukan proses pengolahan
air terlebih dahulu. Peralatan yang digunakan di setiap depot air minum
meliputi tabung filter pada alat penyaring air, bahan tabung filter, catridge
filter, bahan catridge filter. Berdasarkan tabel 1. Jumlah tabung filter yang
paling banyak digunakan di depot air minum sebanyak 51,9% dengan jumlah tabung
3 buah, jenis bahan tabung filter yang digunakan yaitu stainless steel, PVC,
dan alummunium. Catridge filter sering dilakukan pemantauan, yaitu 19 depot
(70,4%) dengan frekuensi pergantian catridge filter 1 kali dalam sebulan.
Pemantauan yang dilakukan dengan melihat warna kertas pada catridge filter
apabila telah berwarna kuning kecokelatan atau berwarna hijau seperti lumut
maka perlu dilakukan pergantian catridge filter agar tidak terjadinya
kontaminasi E. coli dan total coliform. Sistem desinfeksi/sterilisasi yang
dilakukan yaitu dengan ozonisasi, ultraviolet (UV), ozonisasi + Ultraviolet,
dan Reverse Osmosis (RO). Sterilisasi yang banyak digunakan dari 27 Depot Air
Minum adalah ozonisasi + ultraviolet sebanyak 15 depot (55,6%), dengan sistem
desinfeksi/sterilisasi ultraviolet (UV) sebanyak 11 depot (40,7%), dan dengan
sistem desinfeksi/sterilisasi lainnya yaitu Reverse Osmosis (RO) sebanyak 1
depot (3,7%). Dari ketiga sistem desinfeksi/sterilisasi yang paling baik
digunakan adalah Reverse Osmosis (RO) dikarenakan sistem Reverse Osmosis (RO)
menggunakan membran semi permiabel yang berukuran 0,0001µ, dengan ukuran tersebut
diharapkan tidak ada lagi mikro organisme yang dapat lolos. Adanya sistem
desinfeksi/sterilisasi seperti ozonisasi, ultraviolet (UV), ozonisasi +
Ultraviolet, dan Reverse Osmosis (RO) sangat penting untuk desinfeksi membunuh
bakteri dalam air minum, hal ini dapat terlihat dari hasil pemeriksaan sampel
air minum isi ulang yang tidak mengandung bakteri total coliform dan E.coli,
sehingga banyak depot air minum isi ulang yang memenuhi syarat kesehatan sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002
tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Sampel air yang
diambil untuk pemeriksaan labora torium berasal dari kran air yang siap
dimasukkan ke dalam galon konsumen, yang dilakukan secara steril. Setelah
pengambilan sampel dilakukan pada setiap depot air minum isi ulang, maka
dilakukan pemeriksaan kualitas bakteriologis air. Bakteri total coliform adalah
indikator tingkat awal sebagai tingkat sanitasi higienis air minum, pemeriksaan
total coliform dengan menggunakan metode MPN dengan 3 buah tabung durham, dari
hasil pemeriksaan kualitas bakteri total coliform air baku hanya 25 depot (92,6
%) yang memenuhi syarat kesehatan dan 2 depot (7, 4%) yang masih belum memenuhi
syarat kesehatan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum. Adanya bakteri total coliform dalam air minum isi ulang perlu
diwaspadai, walaupun bakteri total coliform tidak berhubungan langsung dengan kejadian
diare atau penyakit saluran pencernaan tetapi bakteri total coliform digunakan
untuk menilai efektifitas pengolahan air minum. Bakteri Escherichia coli adalah
indikator pelengkap dalam air minum, apabila dalam pemeriksaan menunjukkan
hasil positif, berarti bakteri E.coli telah tercemar fecal. Telah diketahui
bahwa E.coli merupakan penyebab terjadinya penyakit diare, oleh karena itu air
minum tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Berdasarkan tabel 6 pemeriksaan
Escherichia coli dari 27 depot air minum isi ulang di kota Bogor ternyata ada
26 depot (96,3%) yang memenuhi syarat kesehatan dan 1 depot (3,7%) yang tidak
memenuhi syarat sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum. Faktor-faktor dan kondisi yang menyebabkan kualitas bakteriologis air
pada depot air minum isi ulang tidak memenuhi standar kesehatan, meliputi: (1)
Bakteri total coliform dan E.coli ada di air minum dikarenakan adanya
kontaminasi pada peralatan pengolahan air minum, pengetahuan akan higienis
operator penjamah/pemilik depot masih kurang, sanitasi tempat pengolahan air
minum atau sistem distribusi pada pipa penyalur air minum. (2) Saat pengambilan
sampel air minum, depot air minum isi ulang dalam proses pengolahan air,
sehinga belum terjadinya pengendapan. Hal ini bisa menyebabkan timbulnya
kekeruhan pada air minum sehingga akan memicu pertumbuhan bakteri. (3)
Temperatur penyimpanan sampel air minum yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri.
Bakteri coliform membutuhkan suhu 35°C sebagai suhu optimal untuk berkembang
biak, sedangkan bakteri Escherichia coli membutuhkan 37°C sebagai suhu optimal
untuk berkembang biak. (4) Tidak optimal pada saat melakukan sistem
desinfeksi/sterilisasi. Terutama depot yang menggunakan sistem
desinfeksi/sterilisasi dengan ultraviolet. Mekanisme kerja ultraviolet adalah
memancarkan sinar radiasi yang dapat menyebabkan perubahan pada molekuler dalam
komponen biochemical bakteri. Kekuatan sinar ultraviolet untuk membunuh
mikroorganisme adalah 254 nm energi ultraviolet.5 (5) Selama operasional,
efektifitas alat tidak diperhatikan oleh pemilik depot air minum isi ulang.
Pada proses penyaring dengan menggunakan filter catridge yang berdiameter 0,5
mikron dan penyinaran dengan ultraviolet seharusnya mampu menghilangkan
kandungan bakteri dalam air minum isi ulang. Bagi kesehatan pemeriksaan
Coliform dan E.coli sangat penting mengingat masih ditemukan bakteri Coliform
dan E.coli dibeberapa depot air minum, selain itu dikhawatirkan adanya
kontaminasi dengan bakteri patogen yang berbahaya bagi kesehatan terutama mikro
organisme patogen penyebab infeksi saluran pencernaan. Untuk menjaga kualitas
air minum yang diproduksi depot air minum perlu dilakukan pembinaan terhadap operator
penjamah atau pemilik depot air minum dan memberikan pelatihan prosedur
penanganan pengolahan air minum yang sesuai dengan ketentuan yang ada.
Kesimpulan Sumber air baku yang digunakan dari 27 depot air minum isi ulang di
Kota Bogor yaitu 22 depot (81,5%) yang menggunakan sumber air baku yang berasal
dari mata air pegunungan yaitu Gunung Salak, 5 depot (18,5%) yang menggunakan
sumber air baku yang berasal dari PDAM. Peralatan yang paling banyak digunakan
untuk proses pengolahan air minum dari ke 27 depot air minum isi ulang meliputi
(a) Jumlah depot yang menggunakan 3 tabung filter yaitu 14 depot (51,9%). (b)
Jenis bahan tabung filter yang menggunakan stainless steel yaitu 17 depot
(63,0%). Sistem desinfeksi/sterilisasi yang digunakan dari 27 depot air minum
isi ulang yaitu (a) Jumlah depot yang menggunakan sistem desinfeksi/sterilisasi
ozonisasi dan ultraviolet (UV) yaitu 15 depot (55,6%). (c) Jumlah depot yang
menggunakan sistem desinfeksi/sterilisasi ultraviolet (UV) yaitu 11 depot
(40,7%). (d) Jumlah depot yang menggunakan sistem desinfeksi/sterilisasi
lainnya yaitu Reverse Osmosis (RO) adalah 1 depot (3,7%). Dari Pemeriksaan
total coliform di 27 Depot Air Minum Isi Ulang yaitu sebanyak 25 depot (92,6%)
yang memenuhi syarat kesehatan dan 2 depot (7,4%) yang tidak memenuhi syarat
sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.907/MENKES/SK/VII/ 2002 dengan jumlah bakteri 7 MPN/100 ml. Dari hasil
pemeriksaan Escherichia coli di 27 Depot Air Minum Isi Ulang yaitu sebanyak 26
depot (96,3%) yang memenuhi syarat kesehatan dan 1 depot (3,7%) yang tidak
memenuhi syarat sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia
No.907/MENKES/SK/VII/ 2002 dengan jumlah bakteri 3 MPN/100ml.
Saran
Bagi Dinas Kesehatan Kota Bogor
(a) Melakukan monitoring ke
setiap Depot Air Minum Isi Ulang terhadap kualitas air minum, apabila pemilik
depot tidak melakukan sesuai dengan prosedur maka dinas memberikan bimbingan
kepada pemilik Depot Air Minum. (b) Melakukan monitoring terhadap kualitas
bakteriologis air minum hasil pengolahan air minum setiap 1 bulan sekali. (c)
Melakukan pengawasan terhadap pewadahan atau gallon yang digunakan konsumen.
Bagi Pengelola Depot Air Minum: (a) Perlu dilakukan pemeriksaan sumber air baku
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengolahan air minum isi ulang. (b) Melakukan
pemeriksaan laboratorium kualitas bakteriologis air secara rutin sesuai dengan
Kepmenkes No.907/MENKES/SK/VII/ 2002 setiap 1 bulan sekali. (c) Menjadi anggota
assosiasi pengusaha air minum isi ulang. (d) Perlu memperhatikan secara
higienis dalam hal kebersihan bangunan, fasilitas sanitasi karyawan, sarana
pengolahan air minum dan pelayanan terhadap konsumen. Bagi Konsumen (a)
Konsumen harus memperhatikan kualitas sumber air baku yang digunakan pemilik
depot dan kualitas air minum setelah dilakukan proses pengolahan air minum. (b)
Terlebih dahulu konsumen memasak air minum isi ulang agar bakteri E.coli dan
total coliform dapat mati. Bagi Peneliti (a) Meneliti faktor-faktor yang
berhubungan dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang.
Tidak ada komentar:
Write komentar