Kawasan konservasi seperti taman nasional maupun hutan lindung mempunyai manfaat besar, baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia. Salah satunya sebagai penyedia sumber daya air.
Dari data potensi sumber mata air di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) pada tahun 2015, ada sekitar 94 titik dengan jumlah debet air yang dihasilkan sekitar 594,6 miliar liter per tahun atau setara dengan 19,1 juta liter per detik.
Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional wilayah V Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Chusnul Farid mengatakan, sekitar 30 juta manusia menggantungkan hidup dan menjadikan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sebagai sumber ketersediaan air yang berkualitas.
Chusnul menjelaskan, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan hulu sungai dari daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane, yang menjadi tumpuan ketersediaan air berkualitas bagi masyarakat dan sektor industri.
"Sedangkan untuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak jumlah potensi sebagai penyedia air bersih mencapai 213 miliar liter per tahun," ujar Chusnul, dalam loka karya bertajuk Bersatu Melestarikan Air DAS CIliwung yang diselenggarakan PT Multi Bintang Indonesia, Rabu (14/9/2016).
Ia menambahkan, saat ini, ancaman seperti perubahan peruntukan lahan, perambahan kawasan, pertambangan, dan illegal loggingmenjadi permasalalahan serius yang terjadi di dua kawasan taman nasional itu. Padahal, lanjutnya, kawasan TNGHS dan TNGGP merupakan hulu dari empat DAS, yaitu DAS Citarum, Cimandiri, Cisadane, dan Das Ciliwung yang mengalir ke empat provinsi.
"Ini menjadi sumber untuk ketersediaan air berkualitas yang merupakan salah satu sumber daya alam penting bagi manusia. Tidak mudah untuk melestarikan dan mempertahankan ini, karena kepedulian masyarakat pun masih rendah," ungkap dia.
Hal senada juga diungkapkan Program Manager Gedepahala-Conservation Internasional (CI) Indonesia, Anton Ario. Anton mengatakan, DAS Cisadane merupakan daerah aliran sungai yang sangat penting bagi jutaan orang yang tinggal di Bogor, Tangerang, hingga Jakarta.
"Merestorasi kawasan hulu DAS Cisadane yang merupakan daerah tangkapan air (water catchment area) dengan menanam dan memelihara pohon merupakan langkah nyata dalam mempertahankan perannya sebagai pengatur tata air ke hilir," jelas Anton.
Ia menuturkan, masalah umum yang terjadi di DAS Ciliwung dan DAS Cisadane adalah kuantitas air yang tidak menentu karena bisa mengakibatkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
"Kualitas air pun menjadi masalah karena tingginya sedimentasi dan pengendapan lumpur, pencemaran akibat limbah industri dan limbah rumah tangga," papar dia.
Sementara itu, Presiden Direktur Multi Bintang Indonesia, Michael Chin menjelaskan, pihaknya mempunyai komitmen dalam mengembangkan bisnis berkelanjutan, terutama akan pentingnya kelestarian sumber mata air. Sebab, 90 persen produk yang dihasilkan oleh perusahaannya menggantungkan pada air.
"Kami sangat peduli dengan lingkungan. Meski produksi kami 90 persen membutuhkan air, tapi perusahaan kami mempunyai beberapa aktifitas seperti pengurangan penggunaan konsumsi air di kedua fasilitas produksi kami," tuturnya.
Michael mengatakan, pihaknya selama ini juga turut melestarikan hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan menanam pohon di 20 hektar lahan pesawahan yang dikembalikan fungsinya sebagai kawasan hutan.
"Perusahaan kami juga sangat bergantung pada kondisi air saat ini, karena jika kualitas air buruk maka akan berdampak pada produksi yang kami hasilkan," pungkasnya.
Dari data potensi sumber mata air di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) pada tahun 2015, ada sekitar 94 titik dengan jumlah debet air yang dihasilkan sekitar 594,6 miliar liter per tahun atau setara dengan 19,1 juta liter per detik.
Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional wilayah V Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Chusnul Farid mengatakan, sekitar 30 juta manusia menggantungkan hidup dan menjadikan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sebagai sumber ketersediaan air yang berkualitas.
Chusnul menjelaskan, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan hulu sungai dari daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane, yang menjadi tumpuan ketersediaan air berkualitas bagi masyarakat dan sektor industri.
"Sedangkan untuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak jumlah potensi sebagai penyedia air bersih mencapai 213 miliar liter per tahun," ujar Chusnul, dalam loka karya bertajuk Bersatu Melestarikan Air DAS CIliwung yang diselenggarakan PT Multi Bintang Indonesia, Rabu (14/9/2016).
Ia menambahkan, saat ini, ancaman seperti perubahan peruntukan lahan, perambahan kawasan, pertambangan, dan illegal loggingmenjadi permasalalahan serius yang terjadi di dua kawasan taman nasional itu. Padahal, lanjutnya, kawasan TNGHS dan TNGGP merupakan hulu dari empat DAS, yaitu DAS Citarum, Cimandiri, Cisadane, dan Das Ciliwung yang mengalir ke empat provinsi.
"Ini menjadi sumber untuk ketersediaan air berkualitas yang merupakan salah satu sumber daya alam penting bagi manusia. Tidak mudah untuk melestarikan dan mempertahankan ini, karena kepedulian masyarakat pun masih rendah," ungkap dia.
Hal senada juga diungkapkan Program Manager Gedepahala-Conservation Internasional (CI) Indonesia, Anton Ario. Anton mengatakan, DAS Cisadane merupakan daerah aliran sungai yang sangat penting bagi jutaan orang yang tinggal di Bogor, Tangerang, hingga Jakarta.
"Merestorasi kawasan hulu DAS Cisadane yang merupakan daerah tangkapan air (water catchment area) dengan menanam dan memelihara pohon merupakan langkah nyata dalam mempertahankan perannya sebagai pengatur tata air ke hilir," jelas Anton.
Ia menuturkan, masalah umum yang terjadi di DAS Ciliwung dan DAS Cisadane adalah kuantitas air yang tidak menentu karena bisa mengakibatkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
"Kualitas air pun menjadi masalah karena tingginya sedimentasi dan pengendapan lumpur, pencemaran akibat limbah industri dan limbah rumah tangga," papar dia.
Sementara itu, Presiden Direktur Multi Bintang Indonesia, Michael Chin menjelaskan, pihaknya mempunyai komitmen dalam mengembangkan bisnis berkelanjutan, terutama akan pentingnya kelestarian sumber mata air. Sebab, 90 persen produk yang dihasilkan oleh perusahaannya menggantungkan pada air.
"Kami sangat peduli dengan lingkungan. Meski produksi kami 90 persen membutuhkan air, tapi perusahaan kami mempunyai beberapa aktifitas seperti pengurangan penggunaan konsumsi air di kedua fasilitas produksi kami," tuturnya.
Michael mengatakan, pihaknya selama ini juga turut melestarikan hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan menanam pohon di 20 hektar lahan pesawahan yang dikembalikan fungsinya sebagai kawasan hutan.
"Perusahaan kami juga sangat bergantung pada kondisi air saat ini, karena jika kualitas air buruk maka akan berdampak pada produksi yang kami hasilkan," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Write komentar